Tuesday, December 23, 2025

2512237. Ketika Kilau Dunia Menyilaukan Cinta.

"Ketika Kilau Dunia Menyilaukan Cinta"

Suara musik lembut terdengar dari ruang tamu sebuah rumah mewah di kawasan elit Jakarta. Clara berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun berkilauan warna perak. Di tangannya, sebuah gelang berlian berkilat di bawah cahaya lampu kristal. Ia tersenyum puas.
Sementara itu, Andreas, suaminya, sedang duduk di ruang kerja yang penuh partitur musik dan biola. Ia tengah menulis lagu baru untuk murid-muridnya di sekolah musik kecil miliknya. Ketika mendengar langkah kaki istrinya, ia menoleh dan tersenyum lembut.
Andreas: "Kau cantik malam ini. Acara apa?"
Clara: "Gala amal di hotel bintang lima. Semua pengusaha besar datang. Aku tak bisa terlihat biasa, Andi."
Andreas (tersenyum kecil): "Amal atau pamer harta, sayang?"
Clara (tajam): "Kau tidak mengerti dunia ini. Orang menghormati mereka yang punya, bukan yang bijak."
Andreas terdiam. Hatinya pedih. Ia mencintai Clara sejak mereka hidup susah dulu — saat makan seadanya, dan saling menguatkan. Tapi sejak bisnis kosmetik yang dijalankan Clara melejit, sesuatu berubah.
Cinta mulai tersisih oleh ambisi.

Beberapa minggu kemudian, Clara bertemu sahabat lamanya, Rina, di sebuah kafe. Rina dulu teman sekantor, yang kini juga menjalankan usaha kecil.
Rina: "Clara, bisnis kosmetikmu sukses banget, ya. Aku bangga."

Clara: "Ya, tapi masih butuh investor tambahan. Kalau kamu mau gabung, nanti aku bantu masuk ke jaringan besar. Untungnya besar, Rina. Percayalah."

Rina mempercayai Clara. Ia menjual mobilnya dan menyerahkan uang itu sebagai investasi. Tapi belakangan, bisnis itu ternyata fiktif. Clara tanpa sadar terlibat dalam jaringan penipuan yang dikendalikan oleh Tuan Bram, seorang pengusaha licik yang memanfaatkan nama Clara.
Ketika semuanya terungkap, Rina datang ke rumah Clara dengan mata bengkak.
Rina (gemetar): "Clara… uangku… itu semua tabungan keluargaku. Kenapa kamu bohong?"
Clara (menangis): "Aku tidak tahu ini akan terjadi, Rina! Aku juga korban!"

Rina: "Kau korban, tapi aku kehilangan segalanya. Aku percaya padamu, bukan pada uangmu…"
Kata-kata itu seperti pisau yang menembus dada Clara. Ia ingin menjerit, tapi suaranya terkunci di tenggorokan. Ia menatap pantulan dirinya di kaca — gaun mahal, wajah cantik — tapi kosong di dalam.

Andreas mulai jarang bicara. Ia tahu kesalahan istrinya berat, tapi hatinya tak mampu membenci.
Suatu malam, ia menemukan Clara duduk di lantai dapur, menangis dengan wajah lusuh tanpa riasan.
Andreas (lembut): "Clara…"
Clara (terisak): "Aku sudah menghancurkan hidup kita, Andi. Semua karena aku ingin dihargai."

Andreas: "Kau tidak perlu jadi orang lain untuk dihargai. Kau cukup jadi dirimu sendiri. Aku jatuh cinta padamu dulu bukan karena gaunmu, tapi karena hatimu yang tulus."
Clara: "Tapi aku sudah kehilangan hati itu…"
Andreas: "Tuhan bisa mengembalikannya, kalau kau mau memintanya."
Ia memeluk istrinya dengan erat. Air mata mereka bercampur — air mata luka, penyesalan, dan kasih yang belum mati.

Beberapa bulan berlalu. Clara harus menghadapi proses hukum, kehilangan sebagian besar kekayaannya, dan dijauhi banyak teman sosialitanya. Namun, dalam kesepiannya, ia mulai kembali ke gereja.
Suatu hari, saat Lektor membacakan Maleakhi 3:3, air matanya kembali jatuh:
"Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan membersihkan perak."
Ia teringat pada semua kesombongan dan tipu daya yang pernah ia benarkan. Tapi kini, di dalam kehancuran, ia justru menemukan kedamaian.
Clara (berdoa pelan):
"Tuhan, jika ini cara-Mu memurnikanku, aku rela. Aku tidak ingin lagi bersinar karena dunia, tapi karena kasih-Mu."
Di luar gereja, Andreas menunggunya. Ia menggenggam tangan Clara, dan mereka berjalan pulang tanpa banyak bicara. Tapi senyum kecil di wajah mereka berbicara lebih dari seribu kata — kasih yang dipulihkan.

Beberapa tahun kemudian, Clara membuka sebuah yayasan kecil untuk membantu perempuan korban penipuan dan kekerasan ekonomi. Ia sering berkata kepada mereka:
"Aku pernah berada di titik paling rendah, tapi Tuhan memakai kehancuranku untuk menyalakan harapan baru bagi orang lain."

Suatu kali, Rina datang ke yayasan itu. Mereka saling berpelukan dengan air mata — kali ini bukan air mata sakit, tapi pengampunan.
Keduanya tahu, kebenaran mungkin lama datang, tapi tidak pernah gagal.
Seperti dalam Lukas 1:57–66, ketika kelahiran Yohanes menjadi tanda bahwa janji Tuhan digenapi pada waktunya, demikian pula pemulihan Clara — hadir di waktu Tuhan, bukan waktu dunia.


Doa
Tuhan yang Kudus,
Terima kasih karena Engkau tidak menyerah pada kami bahkan ketika kami tersesat oleh gemerlap dunia.
Ajari kami untuk melihat nilai sejati bukan dari harta, tapi dari kasih dan iman.
Ketika kami jatuh, jangan biarkan rasa malu mengalahkan kami, tapi tuntunlah kami kembali pada kasih-Mu.
Jadikan setiap luka sebagai alat pemurnian, agar kami bisa memantulkan cahaya-Mu yang sejati.
Amin.

Motivasi Kehidupan
🌹 "Kehancuran bukan akhir dari segalanya, tapi awal dari pemurnian.
Kebenaran bisa ditindas, tapi tidak bisa dikubur.
Sebab di waktu Tuhan, kasih selalu menang — dan cahaya sejati akan kembali bersinar."

Disampaikan Oleh
Komunitas Keluarga Nasaret


081218997330

No comments:

Post a Comment

Do U have another idea ?


LET'S SHARE 2 US.