Wednesday, August 4, 2021

2108041. S. Yohanes Maria Vianney, Imam suci yang rendah hati.

Kalender Liturgi 04 Agt 2021
Rabu Pekan Biasa XVIII

PW S. Yohanes Maria Vianney, Imam
Warna Liturgi: Putih
Bacaan I: Bil 13:1-2a.25-14:1.26-29.34-35
Mazmur Tanggapan: Mzm 106:6-7a.13-14.21-22.23
Bait Pengantar Injil: Luk 7:16
Bacaan Injil: Mat 15:21-28


Bacaan I
Bil 13:1-2a.25-14:1.26-29.34-35
Israel mengolah tanah yang diidamkan.

Pembacaan dari Kitab Bilangan:


Ketika bangsa Israel dalam perjalanannya sampai di gurun Paran,
bersabdalah Tuhan kepada Musa,
"Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan,
yang akan Kuberikan kepada orang Israel.
Dari setiap suku
hendaknya kauutus seorang dari antara pemimpin mereka."


Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah para pengintai itu,
setelah menjelajahi seluruh negeri itu.
Mereka langsung menghadap Musa dan Harun
serta segenap umat Israel.
di Kadesh, di padang gurun Paran.
Mereka melapor kepada keduanya dan kepada segenap umat
dan memperlihatkan hasil negeri itu.
Mereka bercerita,
"Kami sudah masuk ke negeri Kanaan yang harus kami selidiki itu.
Memang benar negeri itu berlimpah-limpah susu dan madunya,
dan inilah hasilnya.
Hanya saja bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat
dan kota-kotanya berkubu serta sangat besar.
Juga keturunan Enak telah kami lihat di sana.
Orang Amalek diam di Tanah Negeb,
orang Het, orang Yebus dan orang Amori diam di pegunungan,
sedangkan orang Kanaan diam sepanjang laut
dan sepanjang sungai Yordan."


Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu
di hadapan Musa.
Ia berkata,
"Biar! Kita akan maju dan menduduki negeri itu,
sebab kita pasti akan mengalahkannya."

Tetapi para pengintai lainnya membantah,
"Tidak! Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu,
karena mereka lebih kuat daripada kita."

Mereka juga menyampaikan kepada orang Israel
kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka itu, katanya,
"Negeri yang telah kami lalui untuk diintai itu
memakan penduduknya,
dan semua orang yang kami lihat di sana tinggi perawakannya.
Kami lihat juga di sana raksasa-raksasa,
orang Enak, keturunan para raksasa,
sehingga kami sendiri merasa seperti belalang saja
di hadapan mereka,
dan mereka pun menganggap kami demikian."

Lalu segenap umat itu berteriak-teriak dan menangis
semalam-malaman.

Maka bersabdalah Tuhan kepada Musa dan Harun,
"Masih berapa lama lagi
umat yang jahat ini akan bersungut-sungut terhadap-Ku?
Segala gerutu orang Israel telah Kudengar.
Katakanlah kepada mereka,
'Demi Aku yang hidup,' demikianlah sabda Tuhan,
'Aku akan memperlakukan kalian sesuai dengan kata-katamu sendiri.
Di padang gurun ini bangkai-bangkaimu akan berserakan,
yakni semua orang di antaramu yang sudah terdaftar,
semua tanpa kecuali yang berumur dua puluh tahun ke atas,
karena kalian telah bersungut-sungut terhadap-Ku.
Sungguh, kalian tidak akan masuk ke negeri
yang dengan sumpah telah Kujanjikan akan Kuberikan kepadamu,
kecuali Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun!
Kalian telah mengintai negeri itu selama empat puluh hari.
Sesuai dengan jumlah itu, satu hari dihitung satu tahun,
jadi empat puluh tahun lamanya
kalian harus menanggung akibat kesalahanmu,
supaya kamu tahu bagaimana rasanya,
jika Aku berbalik daripadamu.
Aku, Tuhan, yang berkata demikian.
Sesungguhnya, Aku akan melakukan semuanya itu

kepada segenap umat yang jahat ini
yang telah bersepakat melawan Daku.
Di padang gurun ini mereka akan habis,
dan di sinilah mereka akan mati."

Demikianlah sabda Tuhan.


ATAU BACAAN LAIN:
Im 23:1.4-11.15-16.27.34b-37

Pembacaan dari Kitab Imamat:

Tuhan bersabda kepada Musa,
"Inilah hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan,
hari-hari pertemuan kudus yang harus kalian maklumkan
masing-masing pada waktunya yang tetap.
Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu,
pada waktu senja,
adalah Paskah bagi Tuhan.
Dan pada hari yang kelima belas bulan itu
adalah hari raya Roti Tidak Beragi.

Tujuh hari lamanya kalian harus makan roti yang tidak beragi.
Pada hari yang pertama kalian harus mengadakan pertemuan kudus.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.
Kalian harus mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan tujuh hari lamanya.
Pada hari yang ketujuh haruslah ada pertemuan kudus,
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat."


Tuhan bersabda pula kepada Musa,
"Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka,
'Apabila kalian sampai ke negeri
yang akan Kuberikan kepada kalian,
dan kalian menuai hasilnya,
maka kalian harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam.
Dan imam itu harus mengunjukkan berkas itu di hadapan Tuhan,
supaya Tuhan berkenan akan kalian.
Imam harus mengunjukkannya pada hari sesudah sabat.

Kemudian kalian harus menghitung,
mulai dari hari sesudah sabat itu,
yaitu waktu kalian membawa berkas persembahan unjukan,
haruslah genap tujuh minggu.
Sampai pada hari sesudah sabat yang ketujuh
harus kalian hitung lima puluh hari.
Lalu kalian harus mempersembahkan kurban sajian yang baru kepada Tuhan.

Akan tetapi tanggal sepuluh bulan ketujuh adalah Hari Pendamaian.
Kalian harus mengadakan pertemuan kudus
dan harus merendahkan diri dengan berpuasa
dan mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan.
Hari yang kelima belas bulan ketujuh itu
adalah hari raya Pondok Daun bagi Tuhan,
tujuh hari lamanya.
Pada hari yang pertama harus
ada pertemuan kudus.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.
Tujuh hari lamanya
kalian harus mempersembahkan kurban api-apian
dan pada hari yang kedelapan
kalian harus mengadakan pertemuan kudus
dan mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan.
Itulah hari raya Perkumpulan.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.

Itulah hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan,
yang harus kalian maklumkan sebagai hari pertemuan kudus
untuk mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan,
yaitu kurban bakaran dan kurban sajian,
kurban sembelihan dan kurban-kurban curahan,
setiap hari, sebanyak yang ditetapkan untuk hari itu."

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 106:6-7a.13-14.21-22.23
R:4a
Ingatlah akan daku, ya Tuhan,
demi kemurahan-Mu terhadap umat.


*Kami dan nenek moyang kami telah berbuat dosa,
kami telah bersalah, kami telah berbuat fasik.
Nenek moyang kami di Mesir
tidak memahami perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib.

*Tetapi segera mereka melupakan karya-karya-Nya,
dan tidak peduli akan nasihat-Nya;
Mereka dirangsang nafsu di padang gurun,
dan mencobai Allah di padang belantara.

*Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka,
yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir;
yang melakukan karya-karya ajaib di tanah Ham,
dan perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau.

*Maka Ia mengatakan hendak memusnahkan mereka,
kalau Musa, orang pilihan-Nya,
tidak mengetengahi di hadapan-Nya,
untuk menyurutkan amarah-Nya,
sehingga Ia tidak memusnahkan mereka.

ATAU MAZMUR LAIN:
Mzm 81:3-4.5.6ab.10-11ab

Refren: Bersorak-sorailah bagi Allah, kekuatan kita.

*Angkatlah lagu, bunyikanlah rebana,
petiklah kecapi yang merdu, diiringi gambus.
Tiuplah sangkakala pada bulan baru,
pada bulan purnama, pada hari raya kita.

*Sebab begitulah ditetapkan bagi Israel,
suatu hukum dari Allah Yaku;
hal itu ditetapkan-Nya sebagai peringatan bagi Yusuf,
waktu Ia maju melawan tanah Mesir.

*Janganlah ada di antaramu allah lain,
dan janganlah engkau menyembah allah asing.
Akulah Tuhan, Allahmu,
yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.


Bait Pengantar Injil
Luk 7:16
Seorang nabi besar telah muncul di tengah kita,
dan Allah mengunjungi umat-Nya.


Bacaan Injil
Mat 15:21-28
Hai Ibu, sungguh besar imanmu!

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:


Pada suatu hari  Yesus menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon.
Maka datanglah seorang wanita Kanaan dari daerah itu dan berseru,
"Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud.
Anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita."

Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab.

Lalu para murid Yesus datang dan meminta kepada-Nya,
"Suruhlah wanita itu pergi,
sebab ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak."

Jawab Yesus,
"Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel."
Tetapi wanita itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata,
"Tuhan, tolonglah aku!"
Yesus menjawab,
"Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak
dan melemparkannya kepada anjing."


Kata wanita itu lagi, "Benar Tuhan,
tetapi anjing-anjing pun makan remah-remah
yang jatuh dari meja tuannya."

Bersabdalah Yesus kepadanya, "Hai ibu, besar imanmu!
Terjadilah bagimu seperti yang kaukehendaki."

Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

Demikianlah Injil Tuhan.

ATAU BACAAN LAIN:
Mat 13:54-58

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Pada suatu hari Yesus kembali ke tempat asal-Nya.
Di sana Ia mengajar orang di rumah ibadat mereka.
Orang-orang takjub dan berkata,
"Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu?
Bukankah Dia itu anak tukang kayu?
Bukankah ibu-Nya bernama Maria
dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Simon dan Yudas?
Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"

Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Maka Yesus berkata kepada mereka,
"Seorang nabi dihormati di mana-mana
kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya."

Karea ketidak-percayaan mereka itu,
maka Yesus tidak mengerjakan banyak mukjizat di situ.

Demikianlah sabda Tuhan. 
#

_Demi Aku yang hidup,'_ demikianlah sabda Tuhan,
'_Aku akan memperlakukan kalian sesuai dengan kata-katamu sendiri_
#

_Hai ibu, besar imanmu!_
_Terjadilah bagimu seperti yang kaukehendaki."_
#

Romo Romanus Heri S, Pr dalam kotbah misa pagi di halaman wisma Samadi, Klender, Jakarta, mengisahkan iman seorang bapak yang datang menemuinya, "Saya harus berdoa dan bekerja lebih keras lagi pada saat pandemi ini. Berdoa lebih rutin dan mengedor pintu hati Tuhan dengan mengikuti misa setiap hari, mengharapkan jalanNya terbuka dari pekerjaan yang saya lakukan lebih rajin." Kisah sang Bapak ini seperti wanita Kanaan yang terus mengikuti Yesus dengan teriakan minta tolong hingga Yesus mengatakan, _"Hai ibu, besar imanmu! Terjadilah bagimu seperti yang kaukehendaki."_
#

*JEAN Baptist Marie Vianney ('Sang Pastor dari Ars'),* lahir di Dardilly, Lyon, di Perancis Selatan, 8 Mei  1786. Anak keempat dari Mathieu Vianney dan Marie Beluse, di sebuah keluarga pedesaan yang bersahaja. Jean (dalam bahasa Indonesia: Yohanes) kecil sangat terinspirasi oleh kepedulian kedua orangtuanya kepada para miskin papa, sekalipun secara materi mereka sendiri bukan keluarga kaya. Rumah mereka selalu terbuka untuk orang miskin yang membutuhkan makanan dan pertolongan lainnya.  Ketika Jean masih bayi, kata pertama yang keluar dari bibirnya adalah "Yesus" dan "Maria". Gerakan tangan pertamanya adalah gerakan membuat tanda salib, yang diajarkan sang ibu kepadanya. Sejak usia 4-5 tahun, ia sudah mempunyai kesukaan untuk menyendiri, yang menurut sebuah sumber, dilakukannya untuk berbicang-bincang dengan malaikat pelindungnya. Sebagai remaja, Jean membantu orangtuanya bertani dan memelihara ternak.  Jean remaja juga gemar melayani dengan penuh simpati orang-orang miskin yang berdatangan ke rumah orangtuanya. 

Jean remaja yang telah semakin dewasa dan sudah semakin matang dalam iman dan cintanya kepada Kristus, merasa prihatin atas keadaan itu dan berinisiatif mengumpulkan anak-anak di desanya. Ia mengajar mereka tentang Kitab Suci dengan cara yang sederhana namun serius. Kesehariannya dipenuhi kegiatan bekerja dengan tekun dan rajin serta banyak berdoa, sehingga pekerjaannya sendiri adalah sebenarnya suatu doa yang terus menerus. Sengsara Kristus dan mukjizat-mukjizat-Nya adalah sumber meditasi jiwa yang tak pernah kering baginya. Di akhir hari, bersama ibu dan kakaknya, Catherine, ia merenungkan Kitab Suci dan kisah para Kudus.

Perlahan namun pasti, tumbuh kerinduan di hati Jean untuk menjadi seorang pastor. Pada tahun 1805, berbekal restu sang ayah, Jean, yang saat itu sudah berusia 19 tahun, menghadap pastor Bailey, untuk menjadi murid di seminari.

Di seminari, Jean menempuh studinya dengan segenap kesukaran, ia lambat belajar dan apa yang dipelajarinya hanya bertahan sebentar dalam pemahamannya. Dalam kesulitannya, Jean mencari pertolongan doa Bunda Maria Perawan Terberkati dan Santo Francis Regis dari Vivarais, sosok orang kudus yang menjadi devosi Jean sejak masa kanak-kanak. Ia berziarah ke makam St. Francis di Louvesc untuk memohon pertolongan doanya. 

Pada tahun 1812, Jean diijinkan mengikuti studi filosofi di Verrieres. Namun setelah beberapa minggu, Jean didiskualifikasi untuk mengikuti studi filosofi dalam bahasa Latin, Jean sering diolok-olok oleh sesama pelajar, namun ia tak pernah sekalipun terpancing untuk marah. Segala hinaan itu justru memperkuat hidup doa dan devosinya.  

Dengan berbagai bantuan itu, akhirnya Jean berhasil sampai di akhir masa studinya dan bersiap menerima tahbisan imamat. Tahun 1814 itu terjadi kebutuhan yang besar dan mendesak akan para imam. Atas dasar  itu, Jean dan kawan-kawan direncanakan menerima tahbisan prodiakon menjelang Juli. Namun para pemimpin seminari merasa ragu. Bagaimana seorang dengan kualifikasi yang sangat tidak memadai bisa diijinkan menerima tahbisan? Akhirnya vikaris jendral bertanya kepada otoritas seminari, "Apakah Vianney muda seorang yang saleh? Apakah ia berdevosi kepada Bunda Maria Yang Terberkati?" Untuk hal-hal tersebut, para otoritas merasa sepenuhnya yakin kepada Jean Vianney. "Kalau begitu", kata vikaris jendral itu, "saya menerima dia. Biarlah rahmat Allah yang akan menyempurnakan segalanya". Bulan Agustus 1815, Jean Vianney ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Grenoble, yang mewakili uskup agung Lyons yang saat itu sedang berada di Roma. Pastor Jean Vianney berusia 29 tahun saat itu. 

Pastor Vianney dalam kerendahan hatinya, selalu menyadari ketidaksempurnaannya. Ia pernah menyatakan dua prinsip yang sebaiknya menjadi  panduan seorang imam: (1) jangan pernah beranggapan bahwa tidak ada hasil berarti yang telah dicapai di paroki, betapapun nampaknya segala upaya yang telah dijalankan bertahun-tahun belum menunjukkan hasil yang diharapkan, dan (2) para imam jangan pernah beranggapan bahwa mereka telah melakukan usaha yang cukup, betapapun berartinya hasil yang telah berhasil mereka capai.

Vikaris jendral lantas mengirimkan Pastor Vianney ke paroki kecil itu sambil berpesan, "Sahabatku, engkau akan bertugas di sebuah paroki kecil di mana sangat sedikit kasih Tuhan bisa dirasakan di sana. Engkau akan membangkitkan lagi api kasih Allah di sana!"

Pastor yang baik

Ketika Pastor Jean Baptist Vianney memasuki paroki Ars untuk pertama kalinya di Februari petang yang dingin di tahun 1818, ia juga segera merasakan  dinginnya semangat spiritual umat Kristiani di sana. Tak seorangpun menyambut kedatangannya. Misa harian hanya dihadiri dua atau tiga wanita tua. Kaum pria tidak hadir dalam Misa hari Minggu, apalagi doa harian (Vespers), walau pada saat yang sama, cafe-cafe di desa itu selalu penuh pengunjung.

Pastor Jean melakukan semua upaya yang ia bisa untuk membangkitkan nyala api iman yang redup dan nyaris mati di Ars. Karena umat tidak datang kepadanya, dialah yang berinisiatif datang berkunjung ke rumah mereka. Umat segera menyadari bahwa Pastor Jean adalah bagian dari diri mereka. Kelemahan Pastor Vianney berhubungan dengan memorinya, yang  mempersulitnya saat ia sedang menyiapkan kotbah. Banyak malam ia tidak tidur dengan cukup, demi mempersiapkan homili yang baik bagi umatnya. Namun, berkat pertolongan Yang Ilahi, kelemahan itu tidak menjadi penghalang baginya. Sehingga walau ia tidak dikaruniai bakat alam untuk berpidato di depan banyak orang, ia bisa berbicara dengan lancar, serius dan meyakinkan. Bertahun-tahun sesudah Ars menjadi pusat peziarahan umat dari seluruh Perancis, kadang mencapai 20.000 orang per tahunnya, Pastor Jean senantiasa mampu memberikan kotbah harian dari altar tanpa suatu persiapan khusus dan tanpa menimbulkan peristiwa yang memalukan sebagaimana yang ia alami di awal karirnya sebagai imam.

Kapel yang dipersembahkan kepada St. Yohanes Pembaptis, dan di dalamnya terletak ruang pengakuan dosa yang digawangi Pastor Jean,  yang dikenal dengan sebutan "Bangku Belas Kasihan", dari Yang Kuasa, di mana ribuan jiwa mengalami rekonsiliasi kembali dengan Sang Penciptanya, karena pelayanan dan nasehat yang penuh kuasa dan cinta ilahi dari Pastor Jean Vianney.

Kemurahan hati Pastor Vianney nyaris tak terbatas. Makanan, pakaian, dan pasokan kebutuhan sehari-hari lainnya yang diberikan dengan murah hati oleh bangsawan Ars untuknya, segera berpindah tangan ke orang-orang miskin. Ia hanya menyimpan sangat sedikit untuk dirinya, sekedar cukup supaya ia tidak kelaparan. Bahkan yang sudah sedikit itu pun sering ia berikan juga, jika ada orang miskin yang datang untuk meminta makanan. Suatu hari Mr. Mandy, tokoh masyarakat Ars, menemukan Pastor Jean dalam keadaan pucat pasi dan sangat kelelahan. Dengan penuh kecemasan ia bertanya, "Apakah Anda sakit, Pater?". Ia menyahut, "Oh temanku yang baik, engkau datang pada waktunya, aku tak punya apapun lagi untuk dimakan." Selama tiga hari Romo Vianney tak mempunyai persediaan apapun sejak kentang terakhir yang ada padanya diberikannya kepada orang lapar.  Pastor Jean selalu berusaha agar hidup mati raga dan penyangkalan dirinya itu tidak diketahui oleh publik.

Suatu hari seorang pengemis dijumpainya di jalan, pengemis itu tak beralas kaki sehingga kakinya luka-luka. Pastor Jean segera menyerahkan sepatu dan kaus kakinya sendiri kepada pengemis itu, kemudian ia pulang ke rumah dengan kaki telanjang.

Perkembangan spiritual yang pesat yang terjadi pada paroki di Ars lama kelamaan didengar oleh seluruh negeri. Imam-imam dari paroki lain memohon bantuannya memberi kotbah dan memberikan Sakramen Pengakuan Dosa. Pastor Vianney tidak pernah menolak permohonan bantuan ini, sehingga dalam dua tahun, ia menjadi rasul Kristus yang sangat dikenal di lingkungan katedral. Begitu suksesnya pekerjaan spiritualnya sehingga orang tidak lagi menunggu dia datang lagi mengunjungi paroki mereka, tetapi mereka sendiri yang datang langsung ke Ars. Segera jalan-jalan desa Ars dipenuhi para pejalan kaki dan kendaraan yang membawa sejumlah besar pengunjung, dan peziarahan itu terus meningkat seiring mulai tersiarnya berbagai kabar mengenai mukjizat-mukjizat yang terjadi di Ars.

"Rumah Penyelenggaraan Ilahi" dan berbagai cobaan

Di tahun 1825, tujuh tahun setelah Pastor Vianney ditunjuk menjadi pastor paroki Ars, ia berkesempatan mewujudkan cita-citanya sejak lama. Seorang donatur menyumbangkan sejumlah besar uang, yang segera dipakainya untuk membeli sebuah rumah yang kemudian dikenal dengan nama "House of Providence"  (Rumah Penyelenggaraan Ilahi). Di rumah itu, dikumpulkannya semua orang miskin yang terabaikan, yang tak punya rumah, dan anak-anak yatim piatu di Ars. Mereka dirawat dan dicukupi segala kebutuhan fisik dan spiritualnya dalam satu atap.  Dua wanita dari umat paroki ditunjuknya menjadi kepala pengelola rumah itu. Pastor Vianney juga terjun sendiri untuk memberikan katekisasi kepada mereka. Umat paroki di Ars lambat laun terlibat pula dalam mendukung kegiatan pengajaran tersebut.

Rumah ini dikelola Pastor Vianney selama dua puluh lima tahun. Kebutuhan finansial rumah dicukupi oleh dana yang disumbangkan para donatur kepadanya, dan sering terjadi bahwa sumbangan dana tiba secara tak terduga, tepat pada saat rumah itu sedang membutuhkan dana yang mendesak. Pada suatu hari tak ada lagi tepung yang tersisa untuk membuat roti dan tak ada lagi cukup uang untuk membeli roti. Semua orang yang didatangi Pastor Vianney menyatakan tak sanggup membantu. Belum pernah Pastor Jean merasa benar-benar ditinggalkan seperti saat itu. Kemudian ia teringat akan St. Francis Regis dan memutuskan untuk mencari pertolongan dari Surga. Ia membawa relikwi santo Francis ke ruang penyimpanan makanan, lalu menutupinya dengan remah-remah tepung gandum yang tersisa. Keesokan harinya para pengelola rumah itu mengingatkan dia bahwa tak ada lagi tersisa makanan untuk dimakan. Pastor Vianney menangis dan mengatakan bahwa mereka mungkin harus membiarkan anak-anak yang miskin itu pergi. Bagaimanapun, ia memutuskan pergi ke ruang penyimpanan bersama seorang anak buahnya dan dengan kecemasan yang besar membuka pintunya, dan saat itu dilihatnya ruang penyimpanan yang tadinya kosong itu ternyata telah penuh dengan gandum.

Dalam peristiwa semacam itu kekudusan Pastor Vianney menampakkan dirinya. Bukannya menyambut mukjizat publik dengan kegembiraan, ia justru merasa kebalikannya, merasa sangat malu, karena ia telah merasa nyaris putus asa pada awalnya. Ia segera mengatakan kepada anak-anak, "Lihatlah anak-anak terkasih, saya telah sempat tidak mempercayai Tuhan yang begitu baik. Saya telah hampir meminta kalian semua pergi, dan untuk semua ini Dia telah menghukum saya."

Rahmat yang besar dalam kehidupan seorang kudus tidak pernah datang tanpa dibarengi dengan datangnya pencobaan yang besar pula. Pastor yang terberkati dari Ars ini bukan pengecualian. Selama sepuluh tahun pelayanannya, ia mengalami banyak tuduhan, kecurigaan, ketidakpercayaan, dan fitnah. Orang-orang yang tidak suka kepadanya mengkritisi aksi-aksinya dan menjadikan ia bahan olok-olok.  Ia bahkan pernah diancam dengan kekerasan. Pastor Vianney juga mengalami gangguan yang terus menerus dari Si Jahat. Hampir setiap malam ia mendengar suara ketukan yang terus menerus di pintu rumahnya, namun ketika dicari siapa yang melakukannya, tidak tampak ada seorangpun di luar. Gangguan itu membuatnya tidak bisa beristirahat cukup di malam hari, setelah sepanjang harinya bekerja tak henti. Gangguan itu memang nampaknya dibuat supaya ia tidak cukup segar dan fit untuk melakukan tugas-tugas imamatnya. Serangan Si Jahat itu berlangsung tak kurang dari tiga puluh lima tahun hidupnya. Sungguh merupakan mukjizat bahwa dalam keadaan tersiksa oleh kelelahan fisik dan mental, dan masih ditambah lagi hidup mati raga yang melemahkan tubuhnya, Pastor Jean dikaruniai hidup yang penuh karya indah selama tujuh puluh empat tahun.

Uskup Devie dari Belley berkunjung secara prbadi ke rumah Pastor Vianney di Ars dan menemukan seorang yang saleh dan kudus, sama sekali bukan seperti seorang yang dikatakan berbagai hal yang negatif oleh para musuhnya. Dalam kesempatan sebuah acara resmi, Bapa Uskup menegur para bawahannya sehubungan dengan tuduhan mereka.

Namun, lebih dari segala bentuk perlindungan yang diberikan Bapa Uskup kepadanya, kerendahan hati dan kebaikan Pastor Vianneylah yang akhirnya menyadarkan lawan-lawannya. 

Rencana Tuhan yang agung baginya, dimana seluruh kekuatan fisik dan pikirannya semata didedikasikan kepada usaha pertobatan para pendosa, melalui sakramen pengakuan yang diberikannya kepada umat yang berkunjung ke Ars, yang kian hari kian banyak jumlahnya.

Dalam kurun waktu sesudahnya, Pastor Vianney telah beberapa kali berniat untuk mengundurkan diri dari tugas-tugas imamat yang diembannya di Ars, ia ingin menyepi di sebuah biara untuk menghabiskan sisa hidup miskinnya di hadapan Allah. Tetapi gelombang umat yang memprotes rencananya itu akhirnya membuat Pastor Jean membatalkan keinginannya. Melihat kerinduan umat yang begitu besar, ia menyadari bahwa adalah rencana kudus Tuhan sendiri yang menghendaki dia untuk tetap tinggal dan melanjutkan karya-karya pastoralnya yang amat diharapkan oleh banyak orang, terutama mereka yang merasa kehilangan pegangan dan rindu untuk bersatu kembali dengan Tuhan.

Peziarahan ke Ars

Sepanjang tahun di antara tahun  1825 dan 1830, gelombang peziarahan yang besar terjadi di Ars. Banyak sekali umat  yang datang ingin bertemu dan berkonsultasi serta mengakukan dosa dosa mereka kepada Pastor Jean Vianney.  Begitu banyaknya jumlah orang yang datang sehingga akomodasi perjalanan yang meningkat pesat memerlukan pengaturan khusus di antara Ars dan desa-desa lain di sekitarnya.

Para peziarah berdatangan dari setiap propinsi di Perancis, sebagian datang pula dari Belgia dan Inggris, sebagian lagi dari Amerika. Ketenaran Pastor Vianney menyebar dari mulut ke mulut, terutama dari mereka yang telah mendapat pengalaman pribadi di bawah bimbingan Pastor Vianney.

Dengan perasaan kagum yang makin meningkat, peziarah yang baru datang menyaksikan bagaimana pastor yang rendah hati itu memenangkan jiwa-jiwa. Setiap hari di sepanjang lorong bangku gereja, dua lajur manusia, berjumlah tak kurang dari enam puluh hingga seratus orang, menanti dengan sabar giliran mereka untuk masuk ke dalam sakristi kecil untuk mengakukan dosa mereka kepada Pastor Vianney. Jika ditanya sejak jam berapa mereka sudah antri di sana, kadang jawabannya, "Sejak jam dua dini hari", atau, "Sejak tengah malam, segera sesudah pastor Jean membuka gereja." Tak jarang tampak di antara antrian, umat dari kalangan masyarakat terhormat juga menunggu dengan sabar sepanjang malam dan siang, bukan untuk menghadiri suatu pertemuan penting, namun untuk menyerahkan diri mereka dengan rendah hati kepada bimbingan spiritual sang pastor demi kesejahteraan jiwa mereka. Sudut-sudut lain dari gereja juga tampak sama penuhnya. Pemandangan pria dan wanita berdoa dengan khusuk juga berlangsung terus dari jam ke jam, dari hari ke hari, sementara dua-ratusan orang mengantri untuk mengakukan dosa-dosa mereka. Pastor Jean Vianney biasa mendengarkan pengakuan selama enam belas hingga tujuh belas jam setiap harinya, dan kedisiplinan manusia 'super' ini berlangsung terus menerus dalam kurun waktu tiga puluh tahun.

 Berulang-ulang ia juga mengatakan, "Berdoalah bagi pertobatan para pendosa!" Ia menyatakan bahwa intensi doa semacam itu adalah salah satu hal yang paling disenangi oleh Tuhan yang Maha Baik. Tanpa henti, Pastor Jean sendiri berdoa dan bermati raga untuk ujud tersebut. Permohonannya yang tekun itu naik tinggi sampai ke hadirat Allah. Allah yang selama tiga puluh tahun hidup sang Pastor di Ars, dengan gembira mengirimkan pendosa tak berhingga jumlahnya, untuk dapat diperdamaikan kembali dengan Tuhan melalui karya pastoral Pastor Vianney. 

Seperti St. Vincent Ferrer, Pastor Vianney mendapat karunia dari Tuhan sebuah kemampuan untuk mengetahui dengan jelas apa yang dirasakan atau dipikirkan oleh seorang pendosa. Hampir setiap hari, orang akan melihatnya tiba-tiba keluar dari sakristi untuk kemudian langsung menghampiri seseorang yang baru saja masuk ke dalam gereja. Dengan wajah ramah namun serius, Pastor Jean menuntun orang itu masuk ke ruang pengakuan. Banyak orang kemudian mengetahui, bahwa tanpa banyak membuang waktu, Pastor Jean akan segera menyebutkan dosa-dosa dan kesalahan orang itu di depannya, sebelum  yang bersangkutan sempat mengatakannya. Pastor Vianney mengingatkannya akan hal-hal yang memalukan yang telah dilakukannya di masa lalu yang mungkin orang itu telah merasa tergoda untuk menyembunyikannya dari siapapun.  Dengan kemampuan dan cara seperti itu, Pastor Vianney menyingkirkan halangan paling besar dan paling akhir yang mungkin menghambat seseorang untuk dapat mengalami rekonsiliasi yang penuh dengan Tuhan.

Suatu hari seorang atheis mengikuti Pastor Jean, yang segera memintanya berlutut. Orang itu berkata, ia sama sekali tidak ingin mengaku dosa, dan bahwa ia sama sekali tidak percaya kepada Tuhan dan hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan dosa. Pastor Jean melihat dalam-dalam ke matanya, dan hal itu ternyata membuat orang tersebut segera menjatuhkan diri untuk berlutut. Pastor Jean lantas mengungkapkan masa lalunya, dengan sangat akurat, sehingga orang itu mengakui dengan heran bahwa apa yang dikatakan pastor itu benar semua. Cahaya iman segera terbangkit dalam jiwa orang ateis itu, yang lalu berseru menangis dengan suara keras, "Tuhan, aku percaya, aku memujiMu, aku mencintaiMu, aku memohon pengampunanMu !" Pastor Jean menyuruhnya pergi dalam damai dengan berkata, "Sahabatku, persiapkan dirimu, Tuhan yang Maha Baik akan segera memanggilmu!"  Pastor Jean memberikan nasehatnya secara singkat, karena ia mengingat masih banyak pendosa yang antri yang menunggu untuk didengar pengakuan dosanya.  Banyak peminta nasehat bersaksi, hanya dengan mendengarkan beberapa patah kata awal saja dari cerita mereka, Pastor Jean sudah mampu memberikan nasehat yang relevan dengan permasalahan mereka dengan kecermatan yang mengagumkan. 

Mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Sang Pastor dari Ars

Kemampuan untuk menyingkapkan dosa-dosa tersembunyi dari para pengaku dosa yang datang kepada Pastor Vianney, menjadi kekuatan pelayanannya dan melahirkan banyak pertobatan. Pastor Jean juga mampu melihat ke depan manakala seseorang akan kembali berdosa di masa depan dan membuatnya kembali ke Ars, yang dibantunya untuk sembuh kembali. Kemampuan yang sama juga dimilikinya untuk melihat meningkatnya kekudusan jiwa seseorang di bawah suatu penderitaan fisik dan kehendak Tuhan bahwa kesembuhan tidak akan terjadi pada orang itu. Juga ia dapat melihat suatu salib yang menunggu seorang peziarah sekembalinya dari Ars, atau melihat dengan mata batin, bahwa suatu kesembuhan tengah terjadi di tempat yang jauh.

Berbagai mukjizat yang telah terjadi disambut Pastor Jean hanya dengan satu alasan, yaitu bahwa semua itu dapat mendukung terjadinya pertobatan banyak pendosa dan keselamatan banyak jiwa untuk bersatu kembali dengan Tuhan. Itulah pencapaian sesungguhnya dari pelayanannya yang penuh pengorbanan diiringi mati raga yang terus menerus demi pertobatan umatnya.

Kehidupan interior sang Pastor Yang Terberkati

Banyak orang bertanya-tanya bagaimana pastor yang telah memberikan banyak sekali waktu dan perhatian bagi keselamatan jiwa begitu banyak orang, masih bisa mempunyai waktu dan tenaga untuk memperhatikan kebutuhan jiwanya sendiri.

Pastor Jean lebih memilih untuk mengerjakan hal-hal yang berguna bagi perkembangan spiritualnya. Hal ini membuat Pastor Jean semakin memperlihatkan kasih dan respek kepada orang lain, tahun demi tahun ia semakin tampak bersinar dalam kerendahan hati, amal kasih, dan pengorbanan. Bagi siapapun yang mendekat padanya, sinar matanya yang jernih memantulkan kesalehan yang tulus yang bersumber dari jiwanya. Ke manapun ia pergi, orang-orang akan mengerumuninya, menarik jubahnya, dan menanyakan berbagai hal kepadanya, termasuk hal-hal yang sangat sederhana, yang tetap ditanggapi Pastor Jean dengan penuh respek. Kebaikannya yang tidak pernah berubah membuatnya dijuluki "Pastor yang baik" sepanjang karirnya sebagai imam. Untuk menyatakan kasihnya, ia sering membagikan barang-barang pribadinya kepada mereka termasuk salib, medali, dan relikwi, di mana semua benda itu sebenarnya merupakan benda-benda kesayangannya.

Selama tahun-tahun terakhir menjelang akhir hidupnya, Pastor Jean praktis tidak memiliki apa-apa lagi.  Ia telah menjual segala perabotan, buku-buku, dan berbagai benda miliknya untuk diberikan kepada orang miskin.

Cintanya kepada Tuhan begitu dalam, sehingga tak jarang hatinya terasa tercabik dan air matanya mengalir deras saat mendengarkan berbagai perbuatan dosa berat yang dilakukan orang-orang yang mengaku dosa kepadanya. Ia merasakan betapa sakitnya luka-luka dan hinaan yang diterima Yesus dan betapa cinta-Nya ditolak melalui dosa-dosa yang diperbuat oleh umat-Nya. 

Betapapun besar dan mengagumkan hasil pekerjaan pelayanannya, Pastor Jean selalu menganggap dirinya tidak mampu untuk menjalankan tugas-tugas imamatnya sebagaimana seharusnya. Tanpa rasa bangga ia menyebut dirinya "jiwa yang miskin", dan tubuh fisiknya, "mayat yang miskin", dan "kesengsaraan yang miskin", sambil berdoa semoga Tuhan masih berkenan memakai segala kemiskinannya itu. Tak diragukan lagi, kerendahan hatinyalah yang membuat Pastor Jean Vianney menjadi seorang kudus. 

Wafat dan beatifikasi Sang Pastor Yang Terberkati

Di musim panas tahun 1859, sang pastor yang terberkati menampakkan tanda-tanda bahwa seluruh energinya sudah nyaris tidak bersisa lagi. Ia terdengar beberapa kali mengatakan, "Sayang sekali, para pendosa akan mengakhiri hidup pendosa"

Pada Jumat 29 Juli 1859, setelah menghabiskan enam belas hingga tujuh belas jam di ruang pengakuan seperti biasa, ia kembali ke pastoran dalam keadaan sangat lelah. Ia terduduk sambil berkata, "Aku tak dapat berbuat lebih jauh lagi". Ia segera dibaringkan di tempat tidur. Keesokan paginya sakitnya menjadi begitu parah sehingga dikhawatirkan ia akan segera meninggal. Kesedihan yang mendalam terasa di seluruh pelosok Ars dan di hati seluruh pengunjung. Selama tiga hari, gereja penuh dengan umat, yang berdoa dengan sungguh memohon Tuhan untuk tidak mengambil imam kesayangan mereka. Pastor Jean tidak mengikuti doa bersama umatnya karena merasa bahwa ajalnya telah dekat. Jumat petang ia menerima Sakramen Perminyakan. Ia meneteskan airmata keharuan ketika Viaticum Kudus (Sakramen Ekaristi terakhir sebagai bekal perjalanan pulang ke rumah Bapa) dipersembahkan untuknya dan minyak suci diberikan kepadanya. Untuk terakhir kalinya ia memberkati semua yang hadir beserta seluruh umat parokinya. Hari Rabu pagi ia tersenyum mengenali Bapa Uskup yang hadir di sisi tempat tidurnya. Pada hari Kamis 4 Agustus 1859, pukul dua dini hari, saat rekan-rekannya dan wakilnya, Abbe Monnin, sedang mengucapkan doa bagi orang yang menghadapi ajal dan tengah berkata: "Kiranya para Malaikat kudus Allah datang menjumpainya dan memimpinnya ke dalam kota kudus Yerusalem Surgawi", jiwa Pastor Jean meninggalkan tubuhnya, menghadap Sang Penciptanya, yang telah ia layani dengan begitu setia sepanjang hidupnya.

Pada tanggal 3 Oktober 1874, Paus Pius IX, setelah meneliti berbagai tulisan dan dokumen biografi yang berhubungan dengan kehidupan Sang Pastor, memutuskan memberikan gelar "Pelayan Tuhan Yang Terberkati" kepada almarhum Pastor JeanVianney. Pada 21 Juni 1896, Paus Leo XIII, memimpin sesi terakhir dari rapat komisi penyelidikan kanonisasi, untuk mengumumkan kelayakan sang pastor yang terberkati itu menjadi seorang santo. Pernyataan final yang ditunggu-tunggu setiap orang diumumkan oleh Kardinal Parocchi. Tanggal 1 Agustus di tahun yang sama, Paus Leo XIII  mengeluarkan dekrit yang menyatakan penghormatan yang diberikan kepada pastor yang rendah hati dari Ars dan penghormatan pribadinya untuk nilai-nilai hidup kudus Sang Pastor.

Kejadian menarik terjadi pada 4 Agustus 1903. Pada jam yang sama di mana Ars merayakan Misa Kudus peringatan  ke-44 wafatnya Yohanes Baptis Vianney, sebuah upacara besar lain terjadi di Roma. Ialah upacara pelantikan seorang pastor sederhana dari Salzano, (yang kemudian menjadi Kardinal Sarto, patriark dari Venesia), menjadi Paus yang baru, dengan gelar Pius X. Segera pada tanggal 26 Januari 1904, Paus yang baru dilantik ini memimpin sesi penyelidikan kanonisasi Pastor Jean yang pernah direncanakan pendahulunya, Paus Leo XIII, yang wafat sebelum penyelidikan itu dimulai.

Dua buah peristiwa mukjizat. Yang pertama adalah kesembuhan tiba-tiba yang dialami Adelaide Joy, dan si kecil Leo Roussat. Pada kasus yang kedua, setelah serangan epilepsi yang kuat, di tahun 1862, ia harus digendong ke makam Pastor Jean. Salah satu lengannya tergantung lunglai di sisi tubuhnya, kemampuan bicaranya hilang, dan bernafasnya begitu sulit hingga ia tak mampu menahan cukup air liur dalam mulutnya. Setelah sejenak berdoa di makam sang pastor, ia dibawa pulang. Tangannya yang semula tak dapat bergerak kini bisa digunakan memberikan uang kepada orang miskin, anak itu dapat menggunakan anggota geraknya lagi dan bisa berjalan-jalan. Pada akhir novena, ia kembali bisa berbicara tanpa kesulitan lagi.

Pada Februari 1861, gadis Adelaide, yang mempunyai tumor ganas pada lengannya, telah dinyatakan tak ada harapan lagi oleh para dokter di rumah sakit Lyons. Lalu seorang kerabat yang memiliki secarik kain yang pernah dimiliki oleh Pastor Jean Vianney, meletakkannya di atas lengan yang sakit. Dalam doa, mereka lalu memohon perantaraan doa sang pelayan Tuhan yang terberkati Jean Vianney untuk mengangkat penderitaan gadis itu. Para dokter terheran-heran melihat tumor itu tiba-tiba mengecil dan dalam beberapa jam, dan lengan gadis itu pulih kembali seperti sediakala.

Setelah konsili para kardinal mengumumkan pengakuan Vatikan terhadap mukjizat-mukjizat kesembuhan itu, maka dekrit Paus, tertanggal 21 Februari 1904, menyatakan fakta-fakta tersebut mendukung beatifikasi dari Sang Pastor yang terberkati. Bapa Suci memberikan kesan sukacita pribadinya ketika akhirnya beliau berhasil menempatkan Pastor Jean dalam jajaran para kudus, yang menurutnya, memang telah menjadi teladan yang bersinar juga bagi dirinya sendiri

#

*DOA:*

_Tuhan ingatlah akan daku_
Tuhan kupercaya akan kemurahan-Mu
Saat ini kuatkanlah aku
Iman Harapan Cintaku kepadaMu

_Tuhan ingatlah akan daku_ 
Seperti wanita kanaàn menghadapMu
Demikian juga aku menghadapMu
Dengan beriman mengharapkan pertolonganMu

_Amin._
#

No comments:

Post a Comment

Do U have another idea ?


LET'S SHARE 2 US.