Tuesday, September 6, 2011

MISTERI LUKISAN

 
Di kampung kami ada seorang pelukis yang unik. Dia hanya akan melukis wajah manusia yang telah sampai pada ajalnya. Orang kampung kami menyebut lukisannya: lukisan kematian. Ada juga yang menyebutnya: lukisan keabadian. Ada juga yang menyebutnya: lukisan kenangan. Sedang aku lebih suka menyebutnya: lukisan misteri kematian.


Dua hari yang lalu, seorang perempuan setengah baya memintanya membuat lukisan seorang lelaki yang sudah cukup tua, berkumis tebal, mengenakan kopiah warna hitam dengan ornamen tambahan yang mengantarnya menemui ajalnya. Ornamen itu berupa sebuah mobil yang ringsek sebab tertabrak truk tronton. Mobil itu berdiri gagah di samping lelaki yang tampak sedang tersenyum kecut. Senyum yang seolah-olah telah memisahkannya dengan perempuan setengah baya itu: istrinya.

Pada hari ketiga setelah lusa, perempuan setengah baya itu datang kembali, mengambil lukisan yang dipesannya. Dia gembira sekali sebab di dalam lukisan itu, suaminya tampak gagah seperti masa mudanya, laksana seorang laksmana. Berdiri di puncak kariernya menjadi manajer perusahaan di samping mobil dinasnya.

"Lukisan ini akan menjadi catatan sejarah bagi kehidupan dan juga akhir kejadian kematian suamiku," katanya kepada pelukis itu.
Pelukis itu tersenyum.
"Lho, tapi Mas, kok…!" Perempuan itu kaget. Tiba-tiba seperti sadar dengan apa yang dilihatnya pada lukisan. "Ini kok, mobilnya utuh?"

Pelukis itu hanya diam. "Saya kan memesan lukisan suami saya setelah kejadian. Sebab kecelakaan itu, mobilnya ringsek dan suamiku mati. Lukisan wajah suami saya yang gagah itu, benar, tetapi, ornamen mobilnya? Harusnya sudah ringsek."

Dengan tenang, pelukis itu menjawab. "Mudah kok, Bu. Kalau Ibu mau melihat ornamen mobil yang ringsek, pandang saja mobil itu, ringsek. Imajinasikan pikiran Ibu, akan peristiwa kecelakaan itu, maka, mobil itu akan kelihatan ringsek sendiri. Tentunya, ya, dalam kacamata kenangan."

"Apa cukup semudah itu?"
"Coba saja! Sekarang, enyahlah agak jauh dari lukisan! Lalu, pikiran Ibu harus difokuskan pada peristiwa kecelakaan itu."

Setelah menjauh dari lukisan, perempuan itu tersenyum. Ornamen mobil itu dilihatnya ringsek betulan. Sebab imajinasinya yang tajam, atau keunikan lukisan? Entahlah. Yang pasti, pelukis itu telah membuatnya tersenyum, tanda puas.

Dua hari berikutnya, seorang lelaki datang padanya untuk mengambil lukisan pesanannya. Di dalam lukisan itu, ada seorang kakek yang berdiri gagah di sawah. Sebuah cangkul dipegangnya. Akunya, sawah dan cangkul adalah tempat terakhir yang dikunjungi kakek itu. Dan, kakek yang dipanggilnya ayah itu, menemui ajalnya di kamar, di kamar mandi, sepulangnya dari sawah.

"Parmin, Ayah mau mandi, lantas istirahat. Itu nanti, sawah diteruskan nyangkulnya, ya," pintanya.
Eh, setelah itu, lama tak keluar-keluar, pintu didobraknya. Hatinya tersentak. Ditemuinya, Ayahnya telah tiada.
"Kenapa kamu mau mengabadikan gambar ayahmu?" tanya si pelukis.
"Ayahku adalah pahlawan dalam hidupku."
"Ibumu?"
"Sejak kecil, aku tak punya ibu. Jadi, ibu hanya pahlawan dalam angan-angan," katanya, lalu pergi.

Beberapa hari berikutnya, semakin sibuk ia melayani pesanannya. Bagaimana tidak? Lukisannya sangat mengagumkan. Lukisannya berkesan seperti nyata. Lukisannya menjadi kenangan yang terabadikan. Apalagi, ongkos pembuatan lukisan itu terbilang tidak mahal. Ia hanya ingin membagi apa yang bisa ia kerjakan, kepada sesamanya. Baginya, ya, dengan melukis. Ia tidak memasang tarif untuk sebuah lukisan yang telah diselesaikannya. Baginya melukis adalah sarana penyaluran imajinasi yang bercampur baur dengan carut-marut kehidupan. Seakan-akan ia mengerti apa yang diinginkan pemesannya. Meskipun begitu, justru, tak jarang, ia menerima uang lebih dari pemesannya. Mereka tampak merasakan kepuasan tersendiri atas garapannya yang mengagumkan.
Aku pun mengagumi kecanggihannya dalam melukis. Lukisan yang digarapnya berlatar belakang kematian. Memang, setiap kali ia melukis, lukisannya seperti nyata dan seolah-olah menyimpan sejarah yang bermakna.[Anita Li, Jayapura]

==============================
Selasa, 6 September 2011
Hari Biasa Pekan XXIII

Kol.2:6-15   +   Mzm.145:1-2,8-11   +   Luk.6:12-19
-------------------------------------------------
 Song : http://www.youtube.com/watch?v=ELx3khG6gc8&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=MkCt4UMPuAQ&feature=grec_index
-------------------------------------------------
Luk.6:12-16 = Yesus memanggil kedua belas rasul
(Mat 10:1-4; Mrk 3:13-19)


Luk.6:17-19 = Yesus mengajar dan menyembuhkan banyak orang
(Mat 4:23-25)

(12)
Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah.
(13)
Ketika hari siang,
     Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya,
          lalu memilih dari antara mereka dua belas orang,
               yang disebut-Nya rasul:
(14)
Simon yang juga diberi-Nya nama Petrus,
      dan Andreas saudara Simon,
           Yakobus dan Yohanes,
                Filipus dan Bartolomeus,
(15)
                     Matius dan Tomas,
                          Yakobus anak Alfeus,
                                dan Simon yang disebut orang Zelot,
(16)
                                     Yudas anak Yakobus,
                                          dan Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat.
(17)
Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar:
di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon.
(18)
Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka;
juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat beroleh kesembuhan.
(19)
Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia,
     karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya.
=================================

No comments:

Post a Comment

Do U have another idea ?


LET'S SHARE 2 US.